Rabu, 24 April 2013
Minggu, 14 April 2013
RUMAH RUMAH TERAPUNG (FLOATING HOUSES) PALANGKA RAYA
Foto Udara Tahun 2004
Khusus foto dari atas ini di-crop dari : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLIB736bxbUCZV6hjJFXcHoUzYU7r_Bvq-bxSPP4yvZbTclqVaL-dygOwSAV6HqPg6Hmlm7uUHfQd8-DgHxTaFTdcUqWCua-s9DciSW9M6Wvlostkw4bX6x3zyKzgZQoo2rDvb3Ig4-Ks/s1600/DSCN1447.JPG
Khusus foto dari atas ini diambil dari : http://www.panoramio.com/photo/13274326
Senin, 08 April 2013
ARSITEKTUR AMFIBI : ARSITEKTUR HIJAU YANG BERSAHABAT DENGAN AIR & BEBAS BANJIR
Terbit dalam Kalteng Pos 7 Maret 2013
Perbandingan Arsitektur Tak Panggung, Arsitektur Panggung dan Arsitektur Amfibi Saat Banjir hingga 9 meter. (Sumber gambar : The Buoyant Foundation)
Bila musim penghujan tiba,
banjir adalah permasalahan yang paling kompleks yang terjadi di Indonesia saat
ini. Di Kalteng yang mana sebagian besar permukiman di perkotaannya dibangun di
lahan basah dan tepian sungai, bila musim penghujan tiba, banjir kerap kali
datang melanda ke permukiman-permukiman yang didirikan di lahan basah maupun di
bantaran sungainya.
Banjir di lahan basah dan
bantaran sungai memang tidak dapat di hindari, karena lahan basah dan bantaran
sungai itu sebetulnya rumahnya air bila musim penghujan tiba. Namun demikian banjir dapat di cegah atau
diminimalisir dampaknya bagi permukiman-permukiman yang dibangun di lahan basah
maupun di bantaran sungai, dan salah satu caranya adalah yang telah dilakukan
secara turun-temurun di wilayah Kalimantan pada umumnya dan Kalteng pada
khusunya yaitu dengan bentuk Panggung. Akan tetapi, saat ini, seiring dengan
adanya dampak pemanasan global, permukiman-permukiman di Kalteng yang berbentuk
panggung yang dibangun di lahan basah maupun dibantaran sungai tersebut, kini
sebagian besar lantai huniannya juga terendam air. Untuk itu muncul pertanyaan,
apakah dengan bentuk panggung tersebut namun tetap kebanjiran maka sebaiknya
kita buat bentuk panggung yang lebih tinggi lagi ?, sehingga perlu tiang-tiang
kayu yang lebih panjang lagi ?, yang mana
kayu kini agak sulit diperoleh. Atau menggunakan tiang-tiang beton
bertulang, namun untuk rumah tinggal, tiang-tiang beton bertulang dinilai tidak
efektif dan efisien yang mana tentunya juga dinilai sangat mahal hanya untuk
konstruksi dasar rumah. Atau alternatif lain yaitu dengan menciptakan permukiman
di lahan basah dan bantaran sungai yang anti banjir.
ARSITEKTUR AMFIBI
SEBAGAI SOLUSI
Banjir yang akhir-akhir
ini sering melanda permukiman-permukiman yang dibangun di lahan basah dan
bantaran sungai di Kalteng membuat banyak masalah, sebab permukiman yang terendam
banjir bisa membahayakan orang yang ada di dalam rumah. Oleh karenanya, perlu dicarikan solusi Arsitektur
yang Anti Banjir yang bisa menjadi alternatif terbaik bagi permukiman lahan
basah dan bantaran sungai yang sering dilanda banjir bila musim penghujan tiba.
Arsitektur anti banjir ini dapat diwujudkan melalui konsep arsitektur amfibi
Arsitektur Amfibi ini, bila
banjir akan mengapung sehinga arsitektur
ini tidak akan terendam air. Jadi ketika terjadi banjir, dan sekeliling arsitektur
bangunan terendam, dengan konstruksi apung yang dipegang oleh 2 – 4 tiang atau
lebih akan mengangkat arsitektur sehingga akan mengapung. Tiang pegangan itu
juga berfungsi agar arsitektur tak terombang-ambing atau lari terbawa arus.
Dengan demikian, Arsitektur Amfibi tetap dapat eksis saat lahan yang dipijak
itu kering pada musim kemarau maupun saat lahan banjir pada musim penghujan.
Agar tidak terlalu membebadi konstruksi apung, maka bahan bangunan yang dipilih
adalah bahan - bahan yang ringan dan ramah lingkungan. Berikut diilustrasikan
perbandingan arsitektur tidak panggung, arsitektur panggung dan arsitektur
amfibi saat lahannya kering di musim kemarau dan saat banjir di musim
penghujan.
BERSAHABAT
DENGAN AIR MELALUI ARSITEKTUR AMFIBI
Memang sebetulnya, lahan
basah dan bantaran sungai itu tidak diperuntukkan untuk permukiman karena lahan
basah dan bantaran sungai itu merupakan rumahnya air bila musim penghujan
tiba. Lahan basah dan bantaran sungai
akan lebih memiliki nilai jual bila dikemas melalui kepariwisataan, namun yang
perlu diperhatikan adalah dampak yang dihasilkan dari kegiatan kepariwisataan
dan arsitektur-arsitektur pendukungnya tidak mencemari lahan basah maupun
sungai dan bantarannya.
Apabila lahan basah dan
bantaran sungai tetap menjadi pilihan sebagai kawasan permukiman, alangkan
baiknya bila permukiman yang diciptakan tersebut adalah permukiman yang
bersahabat dengan air. Melalui konsep Arsitektur Amfibi ini, seluruh permukiman
yang dibangun di lahan basah dan bantaran sungai akan mengapungkan rumah-rumah, jalan-jalan
lingkungan, fasilitas-fasilitas sosial / umum bahkan septictanknya akan
mengapung bila air yang merupakan penghuni asli lahan dan bantaran sungai itu
datang saat musim penghujan. Melalui konsep Arsitektur Amfibi ini juga, air
hujan yang menimpa atap-atap bangunan di panen melalui tandon-tandon air. Dengan
memanfaatkan bahan-bahan bangunan yang ramah lingkungan dan ringan, memanen
hujan bila musim penghujan, dan mempersilahkan air menggenangi lahan basah dan
bantaran sungai, akan tercipta Arsitektur Hijau yang bersahabat dengan air dan
bebas banjir.
Model Permukiman Lahan Basah Berkonsep Arsitektur Amfibi Untuk Kawasan Mendawai Palangka Raya
Kalteng Pos 7 Maret 2013
Langganan:
Postingan (Atom)